Senin, 09 Juli 2018

Pesan ajaran agama Hindu dalam Pemberdayaan Ekonomi




Pesan ajaran agama Hindu dalam Pemberdayaan Ekonomi
Om Swastyastu

Ekonomi menjadi bagian yang penting dalam kehidupan, bermasyarakat dan bernegara. Ekonomi merupakan pondasi untuk mencapai hidup yang sejahtera dan bahagia. Untuk mencapai itu, setiap orang harus bisa melakukan pemberdayaan ekonomi. Dengan pemberdayaan ekonomi inilah orang bisa mendapatkan penghasilan untuk mewujudkan kehidupan yang bahagia, sejahtera lahir dan batin.

Dalam ajaran agama Hindu tujuan hidup manusia untuk mewujudkan Catur Purūṣa Artha, yakni: Dharma (kebajikan), Artha (harta benda/ material), Kāma (kenikmatan hidup) dan Moksa (kebebasan dan kebahagiaan abadi).  Dharma adalah landasan bagi tercapainya Artha, Kāma dan Moksa, oleh karena itu seseorang tidak boleh berbuat melanggar atau bertentangan dengan Dharma. Mahaṛṣi Cānakya dalam kitabnya Nītisāstra (III.20) menyatakan, seseorang yang tidak mampu mewujudkan satu dari 4 tujuan hidup tersebut, sesungguhnya kelahirannya ke dunia ini hanyalah untuk menunggu kematian.

Tujuan kehidupan dalam bidang ekonomi adalah kemakmuran, kebahagiaan dan kesejahteraan  yang dalam Arthasastra dapat diwujudkan melalui beberapa komponen, antara lain pertanian, peternakan, dan perdagangan. Inilah yang disebut sebagai sumber utama dari kekayaan atau kemakmuran, yakni tanaman, hewan, dan hasil hutan. Yang sangat berperan penting atas tercapainya ekonomi adalah pemimpin, karena tugas pemimpin adalah melindungi kesejahteraan, mendorong kemajuan ekonomi, dan menegakkan dharma.
   
Menurut Arthasastra bahwa dharma harus diwujudkan dengan empat ilmu berikut secara holistik yang disebut Catur Widya, yaitu seperti berikut.
(1) Anwiksaki, dapat merumuskan maksud dan tujuan sesuai dengan keadaan objektif di sekeliling kita.
(2) Wedatrayi, tiga weda utama yakni Rg Weda, Sama Weda, dan Yayur Weda.
(3) Vartta, yaitu kemakmuran ekonomi.
(4) Danda Niti, perlakuan yang sama di depan hukum.

Pemberdayaan Ekonomi menurut Hindu adalah untuk mendukung hidup dan kehidupan, dalam Sarasamuccaya (261-276) disana dijelaskan bagaimana cara mendapatkan arta dan cara mengelolanya yang tidak boleh bertentangan dengan Dharma (kebenaran dan kebajikan). Harta benda atau penghasilan yang diperoleh melalui kerja atas dasar Dharma, hendaknya dibagi tiga, yakni masing-masing sepertiga, digunakan untuk: Dharma, mengembangkan harta dan untuk dinikmati. Sloka Sarasamuccaya 262, sebagai berikut:

“ekanāmcena dharmāthaḥ kartavyo bhūtimicchatta, ekanāmcena kāmtha ekamamcam vivirddhayet”
.
“Nihan kramaning pinatêlu, ikang sabhāga, sādhana rikasiddhaning. dharma, ikang kapingrwaning bhāga sādhana ri kasiddhaning Kāma ika, ikang kaping tiga, sādhana ri kasiddhaning artha ika, wṛddhyakêna muwah, mangkana kramanyan pinatiga,denika sang mahyun manggiha kênang hayu.

Yang artinya: Demikian hendaknya dibagi tiga (hasil usaha itu), yang satu bagian, digunakan sebagai biaya mewujudkan Dharma, bagian yang kedua digunakan sebagai biaya untuk memenuhi Kāma (untuk kenikmatan hidup) dan bagian yang ketiga digunakan untuk mengembangkan harta melalui berbagai usaha, kegiatan ekonomi, agar berkembang lagi. Demikianlah hendaknya harta penghasilan itu dibagi tiga, oleh mereka yang menginginkan kebahagiaan.

Untuk memperoleh harta benda atau kekayaan, dalam  agama Hindu. Kitab Nītisāstra, karya mahārsi Cānakya yang dikenal juga dengan nama Kautilya, di antaranya menyatakan sebagai berikut: “Udyoge nāsti dāridriyam” (Tidak ada masalah kemiskinan bagi mereka yang giat berusaha) Cānakya Nītisāstra III.11.

Tetapi dalam melakukan usaha umat Hindu wajib menjadikan Dharma sebagai landasanya, sehingga usaha atau pemberdayaan ekonomi yang dilakukan menjadi wahana untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan diahirat.
Seperti yang tertulis dalam kitab Sarasamuccaya 261 menyatakan: “Lawan tekaping mangarjana, makapagwanang dharma ta ya”. Yang artinya: (Dan cara memperoleh sesuatu, hendaknyalah senantiasa berdasarkan Dharma (kebenaran dan kebajikan)
Apabila memperhatikan sumber utama kemakmuran tersebut dan upacara tumpek dalam keberagamaan umat Hindu di Bali maka tampak bahwa tujuan bidang kehidupan agama dan ekonomi saling mendukung. Misalnya, tumpek bubuh melindungi sumber kemakmuran dari tanaman dan tumpek kandang melindungi sumber kemakmuran dari peternakan. Malahan dalam usaha perdagangan dikenal pura melanting yang setidak-tidaknya dimaksudkan untuk melindungi sumber kemakmuran dari sektor bisnis. Dengan demikian, tujuan ekonomi untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan, bukan sesuatu yang ditabukan agama, bahkan keduanya dapat saling mendukung dan melindungi. Malahan agama dapat menjadi sumber moral bagi kegiatan dalam bidang ekonomi itu sendiri. 

Berdasarkan uraian tersebut di atas, ketekunan bekerja, bekerja dengan penuh kejujuran, sesuai dengan ajaran Dharma. Ajaran agama Hindu memberi motivasi untuk berusaha, untuk itu sebenarnya bisnis, sebagai satu kegiatan perekonomian adalah wajar dan  dalam agama Hindu, sepanjang di dalamnya atau kegiatan tersebut tidak merugikan orang lain, tidak ada unsur penipuan atau ketidakjujuran.

Om Santih Santih Santih Om

Tidak ada komentar:

Posting Komentar