Pesan ajaran agama Hindu dalam Pemberdayaan Ekonomi
Om Swastyastu
Ekonomi menjadi
bagian yang penting dalam kehidupan, bermasyarakat dan bernegara. Ekonomi
merupakan pondasi untuk mencapai hidup yang sejahtera dan bahagia. Untuk mencapai
itu, setiap orang harus bisa melakukan pemberdayaan ekonomi. Dengan pemberdayaan
ekonomi inilah orang bisa mendapatkan penghasilan untuk mewujudkan kehidupan
yang bahagia, sejahtera lahir dan batin.
Dalam ajaran
agama Hindu tujuan hidup manusia untuk mewujudkan Catur Purūṣa Artha, yakni: Dharma
(kebajikan), Artha (harta benda/ material), Kāma (kenikmatan hidup) dan Moksa
(kebebasan dan kebahagiaan abadi). Dharma adalah landasan bagi tercapainya Artha,
Kāma dan Moksa, oleh karena itu seseorang tidak boleh berbuat melanggar atau
bertentangan dengan Dharma. Mahaṛṣi Cānakya dalam kitabnya Nītisāstra (III.20)
menyatakan, seseorang yang tidak mampu mewujudkan satu dari 4 tujuan hidup
tersebut, sesungguhnya kelahirannya ke dunia ini hanyalah untuk menunggu
kematian.
Tujuan kehidupan
dalam bidang ekonomi adalah kemakmuran, kebahagiaan dan kesejahteraan yang dalam Arthasastra dapat diwujudkan
melalui beberapa komponen, antara lain pertanian, peternakan, dan perdagangan.
Inilah yang disebut sebagai sumber utama dari kekayaan atau kemakmuran, yakni
tanaman, hewan, dan hasil hutan. Yang sangat berperan penting atas tercapainya
ekonomi adalah pemimpin, karena tugas pemimpin adalah melindungi kesejahteraan,
mendorong kemajuan ekonomi, dan menegakkan dharma.
Menurut
Arthasastra bahwa dharma harus diwujudkan dengan empat ilmu berikut secara
holistik yang disebut Catur Widya, yaitu seperti berikut.
(1) Anwiksaki,
dapat merumuskan maksud dan tujuan sesuai dengan keadaan objektif di sekeliling
kita.
(2) Wedatrayi, tiga weda utama yakni Rg Weda, Sama Weda, dan Yayur Weda.
(2) Wedatrayi, tiga weda utama yakni Rg Weda, Sama Weda, dan Yayur Weda.
(3) Vartta,
yaitu kemakmuran ekonomi.
(4) Danda Niti,
perlakuan yang sama di depan hukum.
Pemberdayaan
Ekonomi menurut Hindu adalah untuk mendukung hidup dan kehidupan, dalam
Sarasamuccaya (261-276) disana dijelaskan bagaimana cara mendapatkan arta dan
cara mengelolanya yang tidak boleh bertentangan dengan Dharma (kebenaran dan
kebajikan). Harta benda atau penghasilan yang diperoleh melalui kerja atas
dasar Dharma, hendaknya dibagi tiga, yakni masing-masing sepertiga, digunakan
untuk: Dharma, mengembangkan harta dan untuk dinikmati. Sloka Sarasamuccaya 262,
sebagai berikut:
“ekanāmcena dharmāthaḥ kartavyo
bhūtimicchatta, ekanāmcena kāmtha ekamamcam vivirddhayet”
.
“Nihan kramaning pinatêlu, ikang sabhāga,
sādhana rikasiddhaning. dharma, ikang kapingrwaning bhāga sādhana ri
kasiddhaning Kāma ika, ikang kaping tiga, sādhana ri kasiddhaning artha ika, wṛddhyakêna
muwah, mangkana kramanyan pinatiga,denika sang mahyun manggiha kênang hayu.
Yang artinya:
Demikian hendaknya dibagi tiga (hasil usaha itu), yang satu bagian, digunakan
sebagai biaya mewujudkan Dharma, bagian yang kedua digunakan sebagai biaya
untuk memenuhi Kāma (untuk kenikmatan hidup) dan bagian yang ketiga digunakan
untuk mengembangkan harta melalui berbagai usaha, kegiatan ekonomi, agar
berkembang lagi. Demikianlah hendaknya harta penghasilan itu dibagi tiga, oleh
mereka yang menginginkan kebahagiaan.
Untuk memperoleh
harta benda atau kekayaan, dalam agama
Hindu. Kitab Nītisāstra, karya mahārsi Cānakya yang dikenal juga dengan nama
Kautilya, di antaranya menyatakan sebagai berikut: “Udyoge nāsti dāridriyam” (Tidak ada masalah kemiskinan bagi mereka
yang giat berusaha) Cānakya Nītisāstra III.11.
Tetapi dalam
melakukan usaha umat Hindu wajib menjadikan Dharma sebagai landasanya, sehingga
usaha atau pemberdayaan ekonomi yang dilakukan menjadi wahana untuk mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan diahirat.
Seperti yang
tertulis dalam kitab Sarasamuccaya 261 menyatakan: “Lawan tekaping mangarjana, makapagwanang dharma ta ya”. Yang
artinya: (Dan cara memperoleh sesuatu, hendaknyalah senantiasa berdasarkan
Dharma (kebenaran dan kebajikan)
Apabila
memperhatikan sumber utama kemakmuran tersebut dan upacara tumpek dalam
keberagamaan umat Hindu di Bali maka tampak bahwa tujuan bidang kehidupan agama
dan ekonomi saling mendukung. Misalnya, tumpek bubuh melindungi sumber
kemakmuran dari tanaman dan tumpek kandang melindungi sumber kemakmuran dari
peternakan. Malahan dalam usaha perdagangan dikenal pura melanting yang
setidak-tidaknya dimaksudkan untuk melindungi sumber kemakmuran dari sektor
bisnis. Dengan demikian, tujuan ekonomi untuk mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan, bukan sesuatu yang ditabukan agama, bahkan keduanya dapat saling
mendukung dan melindungi. Malahan agama dapat menjadi sumber moral bagi kegiatan
dalam bidang ekonomi itu sendiri.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, ketekunan bekerja, bekerja dengan penuh kejujuran,
sesuai dengan ajaran Dharma. Ajaran agama Hindu memberi motivasi untuk
berusaha, untuk itu sebenarnya bisnis, sebagai satu kegiatan perekonomian
adalah wajar dan dalam agama Hindu,
sepanjang di dalamnya atau kegiatan tersebut tidak merugikan orang lain, tidak
ada unsur penipuan atau ketidakjujuran.
Om Santih Santih
Santih Om
Tidak ada komentar:
Posting Komentar