Jumat, 13 Juli 2018

Kebhinekaan dan Kerukunan Menurut Hindu



Om Swastyastu.

Kebhinekaan dan Kerukunan dalam ajaran Hindu menjadi titik penting dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang harmonis dan hubungan yang baik dengan orang lain. Kebhinekaan artinya keberagaman dan kerukunan artinya harmonis. Dengan kebhinekkaan ini, kita wajib menciptakan kerukunan. Di Indonesia yang memiliki banyak kebudayaan, suku, pulau, golongan dan Agama tetapi pada hakekatnya merupakan suatu kesatuan yang utuh membentuk NKRI.

Menurut pengertian Veda pada hakikatnya merupakan bagian dari manusia lainnya, tak terpisahkan dari seluruh ciptaan Tuhan ( Sang Hyang Widi Wasa ), penguasa dan penakdir segala ciptaan-Nya di alam semesta ini. Manusia Hindu tidak dapat memisahkan dirinya untuk sebuah perbedaan, karena ia berasal dari yang satu, serta pada akhirnya akan kembali kepada yang satu jua.

Demikianlah di dalam pustaka suci Veda dinyatakan sebuah kalimat: ”TAT TVAM ASI” yang bermakna:  ”Itu adalah Engkau, Dia adalah Kamu, Aku adalah Dia, Engkau adalah Aku, dan seterusnya. ”Bahwa setiap manusia adalah saudara dari manusia lainnya dan teman dari insan ciptaan-Nya. Sesanti ‘Tat Tvam Asi‘ ini menjadi landasan etik dan moral bagi umat Hindu di dalam menjalani hidupnya sehingga ia dapat melaksanakan kewajibannya di dunia ini dengan harmonis.

Dalam rangka meningkatkan kerukunan hidup menuju kehidupan beragama dan bernegara, maka ajaran Tri Hita Karana harus diamalkan dalam kehidupan sehari – hari secara nyata, yang meliputi :

1. Hubungan manusia dengan Sang Pencipta dalam wujud bhakti yang murni.
2. Hubungan manusia dengan sesama warga negara dan atau sesama umat manusia dalam wujud   kebersamaan / persatuan sejati. 
3. Hubungan manusia dengan lingkungan secara harmoni.

Hubungan manusia dengan Tuhan hendaknya dilandasi oleh kesadaran bahwa ”Tuhan adalah kebenaran pengetahuan yang tak terbatas (Sat Citta Ananda Brahman) dan Ia adalah dari mana semua ini berasal (Janmadhyasyah yatah)”, sebagaimana diungkapkan di dalam kitab Maha Nirvana Tantra dan Brahma Sutra I.1.2. sehubungan dengan itu terdapat dua buah sloka yang menarik di dalam kitab suci Bhagawad Gita pada adhyaya XVIII.65 yang berbunyi :

Man-mana bhava mad-bhakto
mad-yaji mam namaskuru,
mam evaisyasi satyam te
pratijane priyo si me.”

Artinya:

Pusatkan pikiranmu pada-Ku, berbakti pada-Ku bersujud pada-Ku, sembahlah Aku
engkau akan tiba pada-Ku, Aku berjanji setulusnya padamu sebab engkau Ku-kasihi.

Hubungan manusia dengan sesama manusia/warga bangsa hendaknya mengarah kepada kerukunan, persatuan dan persatuan baik dalam cita-cita, pikiran maupun sikap dalam menghadapi masalah bangsa dan negara menuju kebahagiaan perdamaian yang kekal. Kitab suci Rg Veda X.191.sloka 2 dan 3 menyatakan :

Sam gacchadhvam sam vadadhvam
sam vo manamsi janatam
Deva bhagam yatha purve
Samjanana upasate.”

Samano mantrah samitih samani
samanam manah saha cittam esam
Samanam mantram abhi mantraye
yah samanena vo havisa juhomi.”

Artinya:

”Wahai manusia, berjalanlah kamu seiring, berbicara bersama dan berfikirlah kearah yang sama, seperti para Deva dahulu membagi tugas mereka, begitulah mestinya engkau menggunakan hakmu.”

”Berkumpullah bersama berfikir kearah satu tujuan yang sama, seperti yang telah Aku gariskan. Samakan hatimu dan satukan pikiranmu, agar engkau dapat mencapai tujuan hidup bersama dan bahagia. “

Selanjutnya mengenai hubungan manusia dengan alam lingkungan hidupnya (alam semesta ini) hendaknya dilandasi oleh kesadaran bahwa seluruh alam ini berasal dari Tuhan dan diberi makan oleh Tuhan Yang Maha Sempurna sebagaimana dinyatakan dalam Atharwa Veda X.8.29 dengan kalimat : ” Purnat purnam udacati purnanena vasisyate “. Demikianlah manusia harus menyadari bahwa dirinya merupakan suatu kesatuan dengan alam semesta ini dalam Tuhan. Kitab Isa Upanisad sloka 6 menyatakan :

Yas tu sarvani bhutani atmanyevanupasyati
sarva bhutesu catmanam tato na vijugupsate.”

Artinya:

”Dia yang melihat semua mahluk pada dirinya (Atman) dan dirinya (Atman) sendiri pada semua mahluk, Dia tidak lagi melihat adanya sesuatu perbedaaan dengan yang lain.”

Simpati dan kerjasama yang harmonis akan mewujudkan kerukunan sejati dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di tengah alam semesta yang maha luas ini.
KAARYAM so’weksyam saktimca, Desakalan ca tattwatah, Kurute dharma siddhiyartham, Wiswarupam punah puna”. (Manawa Dharmasastra VII.10)

Artinya:

Setelah mempertimbangkan sepenuhnya maksud dan tujuan (Iksha), kemampuan (Sakti), nilai suci yang berlaku setempat (Desa), dan waktu (Kala) untuk mewujudkan  kebenaran (Tattwa). Menjadikan dirinya bermacam-macam wujud untuk mensukseskan tujuan Dharma (dharma siddhiyartha) itu.

Konsep pemikiran Hindu tentang kerukunan dan perdamaian ini merupakan refleksi dari ajaran suci Veda. Apabila konsep tersebut dapat dilaksanakan secara utuh maka hasil akhir yang dicapai adalah “ANANDAM dan SANTIH “, kebahagiaan dan kedamaian. Hindu mengajarkan dengan kebhinekaan itu manusia dapat mempercantik kehidupan. Sehingga, kebinekaan ini harus tetap dijaga dan direkatkan, saling mengisi dan melengkapi untuk kehidupan yang indah dan harmonis. Sejak dulu para rsi, mpu mengajarkan walaupun berbeda tetapi tidak ada kebenaran yang mendua. Artinya setiap perbedaan yang ada jangan dijadikan masalah, yang penting memiliki visi yang sama untuk kehidupan.

Om Santi Santi Santi Om..

Kamis, 12 Juli 2018

CINTA KASIH




Om Swastyastu..

Lahir, hidup dan mati merupakan proses kehidupan yang dijalani oleh sang jiwa ini, namun dalam proses itu, sang jiwa hendanya selalu meningkatkan kualitas sang jiwa agar kelak sang jiwa ini tidak mengalami proses penderitaan tersebut. Menyatunya sang jiwa bisa dicapai dengan pelayanan dan pengorbanan yang iklas terhadap siapapun. Untuk bisa melakukan pelayanan tersebut maka cinta kasih adalah kunci utama untuk memudahkan dan merealisasikan hal itu secara berkesinambungan.

Dalam Hindu cinta kasih merupakan nilai utama yang harus dimiliki oleh setiap orang. Karena cinta kasih merupakan sumber kebahagian dan kehidupan. Setiap orang yang penuh dengan cinta kasih, bisa dipastikan orang tersebut pasti selalu bahagia. Selain itu, cinta kasih merupakan penggerak dari perbuatan subha karma dan pemacu untuk kita selalu berbuat dan melayani orang lain. Oleh karena itu, penting bagi kita bahwa cinta kasih ini harus ditumbuhkan dan dijaga.

Untuk menjadikan semua pelayanan dan pengorbanan itu benar kita lakukan dengan iklas dan memberikan suatu keharmonisan dan keselamatan bagi diri sendiri maupun orang lain, Hindu memiliki konsep untuk mencapai keselamatan dan kesejahteraan hidup, konsep itu adalah Tri Pararta. Dalam konsep Tri Pararta, Asih/Cinta kasih adalah hal yang utama, kemudian Punya dan Bhakti. Tiga komponen yang saling melengkapi, cinta kasih yang didasarkan atas ketulusan akan membuat diri manusia iklas dan pasrah dengan hasil. Dengan ketulusan, nilai cinta kasih akan menjadi mulya karena tidak adanya pamrih. Kemudian cinta kasih dan ketulusan itu akan sempurna jika dilengkapi dengan Bhakti atau pengerbanan. Cinta kasih yang sangat besar, cinta kasih yang sangat tulus akan belum sempurna jika tidak ada bhakti/pengorbanan. Oleh karena itu, kuatkalah dan sempurnaanlah cinta kasih yang kita miliki dengan Ketulusan dan Pengorbanan.

Cinta kasih tidak akan lengkang/ kalah dengan apapun. Dengan cinta kasih, Mahatma Gandi mampu mencapai kemenangan tanpa peperangan. Dengan cinta kasih seorang ayah akan berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakan istri dan anak-anaknya. Begitu pentingnya cinta kasih itu dalam kehidupan. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana kita mengetahui diri kita atau orang lain memiliki cinta kasih yang murni, tinggi? Bhagawadgita XII.13 disebutkan tentang orang telah memahami cintakasih.

Advesta sarva-bhutanam
Maitrah karuna eva ca
Nirmamo niraham karah
Sama dukha-sukhah ksami

Artinya :

Dia yang tidak membenci segala makhluk
Bersahabat dengan cinta dan kasih
Bebas dari keakuan dan keangkuhan
Sama dalam suka dan duka, serta memberi maaf

Sloka di atas menunjukan ciri-ciri orang yang memiliki cinta kasih yang murni, tidak membenci segala mahluk, dengan cinta kasih yang murni orang tidak akan membeci segala mahluk, termasuk hewan, tumbuh-tubuhan, orang yang sering mecaci, memusuhi dirinya. Bebas dari keakuan dan keangkuhan, seorang yang mengutamakan cinta kasih akan selalu menempatkan kebahagiaan orang lain di atas kebahagiaan dirinya sendiri. Selalu membuat orang lain bahagia terlebih dahulu, karena dengan demikian kebahagiaan diri akan bisa dirasakan. Sama dalam suka dan duka serta memberi maaf artinya, walaupun diserang, dicaci maki, dalam kondisi susah, banyak masalah, orang yang memiliki cinta kasih akan menganggap sama keadaan itu karena bagi mereka, tetap fokus pada mengasihi dan berkorban untuk kebahagiaan orang lain merupakan kebahagiaan terbesar di dalam dirinya. Seorang yang penuh dengan cinta kasih akan selalu membuka pintu maaf pada orang lain, karena dengan memberi maaf cinta kasih akan semakin kuat bersemayam di dalam hatinya.

Cinta kasih begitu penting untuk kehidupan ini, oleh karena itu, tumbuhkan dan kembangkan cita kasih di dalam diri kita. Kasihi semua mahluk, karena dengan demikian gerak kita tidak akan terbatas dalam melakukan perbuatan baik. Seperti halnya rumput, pohon pisang, selama dia belum memberikan buah, dia tidak akan mati walaupun ditebas berkali-kali. Begitu juga seharusnya bagi kita, jangan henti-hentinya menebarkan cinta kasih walaupun sulit, walapun dihalang-halangi tetaplah memberikan kebahagiaan untuk orang lain. Maka niscaya kebahagaian abadi akan kita dapat.

Om Santi Santi Santi om..

Rabu, 11 Juli 2018

Hindu berpesan, ambil peranmu dengan benar dan tepat.



Om Swastyastu...

Manusia lahir ke dunia ini tentu sudah membawa karma dan tugas masing-masing, dalam proses kehidupan itu pula manusia harus paham betul bagaimana cara berprilaku dan mengambil peran sesuai dengan Swadharma/Kewajiban. Kesempatan lahir menjadi manusia adalah suatu anugerah yang paling mulia, karena hanya dengan lahir menjadi manusialah dapat secara tepat membedakan mana perbuatan baik dan mana perbuatan yang tidak baik. Sehinngga setiap jenjang kehidupan harus dimasimalkan dan tepat dalam mengambil peran antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan memiliki kelebihan dan saling mendukung. Sehingga dengan saling bekerja sama, kehidupan yang harmonis dan mencapai tujuan pasti akan tercapai. Peran/identitas antara laki-laki dan perempuan sering disebut gender.

Dalam agama Hindu, Gender merupakan identitas yaitu peran antara laki-laki dan perempuan, tetapi pada hakekatnya, masing-masing memiliki peran yang penting dalam kehidupan ini. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki tugas dan fungsi yang sama pentingnya dan merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan untuk menuju tujuan hidup dan keharmonisan hidup. Gender laki-laki dan perempuan tidak akan memberikan manfaat kehidpuan apabila masing-masing belum menjadi satu, seperti hanya Lingga dan Yoni, dalam keadaan terpisah keduanya harus menyatu untuk menampilkan kesakralan dan keindahan yang mana menjadi simbol yang sangat suci serta memberikan kehidupan yang bahagia bagi yang mendekatinya. Begitu juga dalam hidup, gender telah memiliki dan membawa fungsi masing-masing dalam hidup ini. Sehingga peran gender yang paling bisa dirasakan pada saat manusia memasukki jenjang Grahasta Asrama/ masa berkeluarga.

Dalam catur asrama, brahmacari, grahasta, wanaprasta dan bhiksuka merupakan jejang yang saling berkaitan dan mendukung. Kosep Hindu dalam jenjang kehidupan, jejang Grahasta menjadi puncak dimana Dharma, arta dan Kama tercapai, sehingga dengan mudah menuntun kita untuk mencapai tujuan akhir yaitu moksa. Pada saat inilah gender berperan sangat penting dalam suksesnya melewati jenjang Grahasta dan menyiapkan diri memasuki jenjang berikutnya untuk mencapai tujuan akhir yaitu Moksa.

Grahasta Asrama merupakan masa berkeluarga, yaitu bersatunya gender untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia dan sejahtera. Tujuan utama masa ini adalah melanjutkan keturunan, yaitu melahirkan anak yang suputra untuk kehidupan ini. Dengan bertemunya kedua jender ini, maka akan hadir kehidupan baru. Disamping itu, tujuan Grahasta adalah untuk menyelenggarakan yadnya, memenuhi kama dan hidup bermasyarakat. Disini peran masing-masing akan nampak. Laki-laki sebagai kepala keluarga bertanggung jawab penuh atas nafkah serta keamanan keluarganya dan seorang perumpuan bertanggung jawab penuh akan hidupnya suatu rumah tangga, mulai dari mengurus anak, merawat rumah, melaksanakan yadnya, melayani suami dll. Sehingga dalam kehidupan rumah tangga, seorang perempuan memiliki peran yang sangat penting bagi keberlangsungan keluarga.

Fungsi gender pada keluarga dapat terlihat dalam tugas dan kewajibanya. Seorang laki-laki sebagai ayah bertugas mencari arta dan melindungi serta memberikan rasa aman bagi keluarganya. Kesadaran dalam menerima dan menjalankan semua tugas seorang adalah kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam Atharwa Weda. XIV.1.5. “Engkau istriku, yang dianugerahkan Tuhan kepadaku, aku akan mendukung dan melindungimu, semoga engkau hidup berbahagia bersamaku beserta keturunan kita sepanjang masa”. Tugas seorang suami adalah untuk melindungi dan mendukuang apa yang dibutuhkan istri dalam menjaga dan merawat rumah tangga.
Dalam Kitab Sarasamuccaya 242 disebutkan kewajiban suami antara lain:
  1. Sarirakrt artinya, mengupayakan kesehatan jasmani anak-anaknya.
  2. Prana data, membangun jiwa anak-anaknya.
  3. Anna data, artinya: memberikan makan.
Dalam Grhya Sutha, seorang suami mempunyai 2(dua) kewajiban antara lain:
  1. Memberikan perlindungan pada istri dan anak(patti).
  2. Bhastri, artinya seorang suami berkewajiban menjamin kesejahteraan istri dan anak-anaknya.
Dalam Nitisastra VIII.3 ada 5(lima) kewajiban seorang suami yang disebut panca vida, antara lain:
  1. Matuluning urip rikalaning baya artinya: menyelamatkan keluarga pada saat bahaya.
  2. Nitya maweh bhinoajana artinya: selalu mengusahakan makanan yang sehat.
  3. Mangupadyaya artinya: memberikan ilmu pengetahuan kepada anak-anaknya.
  4. Sira sang angaskara kita artinya: yang menyucikan diri kita
  5. Sang ametwaken artinya: suami sebagai penyebab kelahiran bagi anak-anaknya.

Selain melindungi dan menjaga, laki-laki memastikan perempuan selalu bahagia dan sejahtera. Karena perempuan merupakan penggerak dan penentu keberhasilan dalam kehidupan rumah tangga. Maka dari itu selalin dijaga, dilindungi dan dipenuhi apa yang menjadi keinginan sang perempuan, juga harus dipastikan perasaan perempuan/istri selalu bahagia dan senang. Seperti dalam kitab Menawa Dharma Sastra III.62. Jika ibu wajahnya selalu memancarkan keceriaan, seluruh rumah tangga berbahagia, tetapi jika wajahnya cemberut,semuanya akan kelihatan suram”  sedangkan MDS.III.56 dan 57. Di mana wanita dihormati, di sanalah pada Dewa-Dewa merasa senang, tetapi di mana mereka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun yang akan berpahala. Dan Di mana wanita hidup dalam kesedihan, keluarga itu akan cepat hancur, tetapi di mana wanita tidak menderita, keluarga itu akan selalu bahagia. Begitu pentingnya seorang perempuan dalam rumah tangga, oleh karena itu seorang laki-laki harus selalu menjaga dan melindungi seorang perempuan dimanapun berada. Sudah memiliki peran masing-masing yang sangat penting, itulah keaggungan Tuhan dalam kehidupan ini.

Dalam menghasilkan anak yang suputra, seorang istri/perempuan  menjadi kunci utama, sehingga dalam mengururus rumah tangga perempuan harus didukung, dilindungi, dijaga perasaannya. Karena yang menjai tujuan utama dalam berumah tangga adalah menciptakan anak yang suputra. Oleh karena itu perlu keseriusan dan perhatian penuh seoraang istri dalam berumah tangga. Kemudian apakah boleh sorang perempuan berkarir dan menjabat?? Jawabanya adalah boleh. Karena dalam Kitab Suci Weda, belum ditemukan secara nyata larangan itu. tetapi dalam berkeluarga, tujuan utama adalah menciptakan anak yang suputra. Anak yang suputra inilah yang nantinya meneruskan kehidupan. Dalam melahirkan dan menciptakan anak yang suputra perlu kesungguhan dan prioritas bagi seorang ibu. Keberhasilan keluarga bisa dilihat jika keluarga itu menghasilkan anak yang suputra, bukan dilihat dari seberapa banyak keluarga itu memiliki kekayaan ataupun seberapa tinggi jabatan yang dimiliki. Hal ini ditegaskan dalam kitab Slokantra 2. “ membuat satu telaga lebih baik mutunya daripada membuat seratus sumur, membuat satu yadnya lebih baik mutunya daripada membuat seratus telaga, tetapi menghasilkan/menciptakan anak yang suputra itu jauh lebih baik mutunya dari pada membuat seratus yadnya.”

Jika dipahami betul kitab slokantara 2 di atas, sekaya apapun, setinggi apapun jabatan kita, jika kita tidak bisa menciptakan anak yang suputra maka akan sia-sia kehidupan ini. Oleh karena itu, penting dipahami antara laki-laki dan perempuan harus selalu menjadi satu dan bekerja sama dalam mencapai tujuan hidup dan menciptakan anak yang suputra.

Ingatlah tugas dan kewajiban masing-masing, semua memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan ini. Karena tidak akan mudah melakukan swadharma orang lain. Seperti dalam kitab BG. III.35 “Lebih baik mengerjakan kewajiban sendiri, walaupun tidak sempurna, daripada melakukan kewajiban orang lain walapun sempurna cara melakukannya, lebih baik mati dalam kewajiban sendiri, sebab menjalankan kewajiban orang lain adalah berbahaya. Mari menjalankan kewajiban/peran masing-masing, dalam kehiupan rumah tangga yang laki-laki mejalankan kewajiban seorang suami yang baik dan bertanggungjawab, yang perempuan melakukan kewajiban seorang istri yang berhasil mengurus rumah tangga dan menciptakan anak suputra, sehingga dengan saling mendukungnya antara laki-laki dan perempuan, maka kebahagiaan hadir dan keberlangsungan hidup ini tidak akan terhenti kedamaian dan keharmonisanya.


Om Santi Santi Santi Om..

Selasa, 10 Juli 2018

Hindu paling anti dengan Radikalisme!!



Hindu paling anti dengan Radikalisme!!
Om Swastyastu...

Dalam kehidupan berbangasa dan bernegara ada kelompok, partai politik, golongan yang menginginkan suatu perubahan untuk bangsa. Perubahan itu diinginkan tentu karena ada ketidakpuasan terhadap kepemimpinan. Tetapi dalam Dalam konteks berbangsa dan bernegara pergerakan menuju perubahan harus benar-benar diperhatikan supaya perubahan itu berhasil baik dan bisa diterima oleh golongan apapun. Jangan sampai pergerakan ini menjadi paksaan kepada golongan atau tidak benar dilakukan sehingga menimbulkan keresahan dan ketidaknyamanan, apalagi sampai menimbulkan korban jiwa, ini sungguh tidak dibenarkan baik dalam berbangsa maupun beragama. Keinginan perubahan dengan jalan paksaan dan kekerasan biasa disebut Radikalisme.

Radikalisme adalah paham atau ideologi yang menuntut perubahan dan pembaruan sistem sosial dan politik dengan cara kekerasan. Secara bahasa kata Radikalisme berasal dari bahasa Latin, yaitu kata “radix” yang artinya akar. Ensensi dari radikalisme adalah sikap jiwa dalam mengusung perubahan. Tuntutan perubahan oleh kaum yang menganut paham ini adalah perubahan drastis yang jauh berbeda dari sistem yang sedang berlaku. Dalam mencapai tujuannya, mereka sering menggunakan kekerasan. Radikalisme sering dikaitkan dengan terorisme, karena mereka akan melakukan apa saja untuk menghabisi musuhnya. Radikalisme sering dikaitkan dengan gerakan kelompok-kelompok ekstrim dalam suatu agama tertentu.

Hindu jelas melarang umatnya menganut paham radikalisme/Himsa Karma. Hindu mengajarkan umatnya untuk selalu menjalin hubungan yang baik dengan siapapun. Tidak hanya dengan Manusia, tetapi juga diwajibkan untuk menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar. Dalam mewujudkan hubungan yang baik, umat Hindu senantiasa menjalankan falsafah wasudaiwa kutumbhakam dan tat twam asih, dengan falsafah inilah umat hindu selalu berpikir pajang dalam jika ingin melakukan kekerasan terhada orang lain. Dalam ajaran Hindu, dalam mencapai keinginan umat Hindu harus mengedepankan lima macam disiplin yaitu yang disebut dengan Panca Yama Brata. Yang pertama adalah Ahimsa (tidak menyakiti), Brahmacari (menuntut ilmu), satya (benar, jujur dan setia), awyawaharika (tidak terikat pada duniawi) dan asteya (tidak mencuri atau merampas hak orang lain).

Paham radikalisme sangat bertentangan dengan ajaran Hindu. Hindu menekankan Ahimsa Karma dalam melakukan/mencapai tujuan dan mengunakan dengan benar anggota badan ini. Seperti Sloka ini, "Engkau Tidak Boleh Menggunakan Tubuh Yang Diberikan Tuhan Untuk Membunuh Mahluk Tuhan, Apakah Mereka Manusia,Binatang Atau Apapun."(Yajur Veda Samhita 12.32). Doktrin ahimsa didasarkan pada doktrin agama hindu "vasudaiva kutumbakam" atau semua jenis kehidupan sebagai satu keluarga. Ini berarti bahwa BRAHMAN, Tuhan yang meresap pada semua mahluk, yang menyatu pada semua mahluk hidup, apakah manusia, binatang, atau serangga. Semua perbuatan, pemikiran kata-kata yang menyakiti mahluk hidup adalah sebuah dosa bagi semua mahluk ciptaan, termasuk pendosa itu sendiri. Kitab Hindu (seperti Rg Veda 10.37.11, Atharva Veda 19.48.5 dan 10.191.4, Devikalottara agama dan Sandilya Upanisad) menyatakan bahwa tidak boleh melukai mahluk hidup.

Dalam Sarasamuscaya sloka 141 sebagai berikut:

Jika ada orang yang tidak pernah melakukan perbuatan yang mencelakakan makhluk lain, tidak menipu, tidak membunuh, dan hanya hal-hal yang menyenangkan yang diperbuatnya selalu terhadap semua makhluk, maka ialah yang mendapat kebahagiaan tertinggi

Itulah pahala yang didapatkan apabila seseorang tidak melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan kesengsaraan dan menyakiti orang lain. Orang tersebut dapat mengantarkan atmanya untuk mencapai kebahagiaan tertinggi yaitu terlepasnya atman dari  ikatan duniawi (Panca Maya Kosa) dan bersatunya atman dengan Brahman (Moksa).

Sloka Sarasamuscaya 142.

Pahalanya orang yang tidak membunuh-bunuh (menyakiti) di dunia ini ialah bahwa segala yang diingini, semua yang ditujunya, segala yang dipikirkannya, dengan mudah tanpa penderitaan pasti tercapai olehnya”.

Seseorang yang tidak pernah melakukan perbuatan yang menyakiti dan menimbulkan kesengsaraan orang lain, maka orang tersebut pada kehidupan sekarang ataupun yang akan datang, kecil kemungkinan untuk ia disakiti oleh orang lain kecuali jika ia masih mempunyai bekas-bekas karmawasana di kehidupan terdahulu. Selain itu, pahala orang yang tidak suka menyakiti makhluk lain yaitu tujuan atau keinginan yang ingin dicapainya akan lebih mudah diperolehnya seperti yang disebutkan dalam sloka di atas.

Radikalisme atau Himsa Karma sangat berbahaya baik bagi diri sendiri, orang lain maupun berbangasa dan bernegara, oleh karena itu mari kita jauhkan diri dari paham radikalisme untuk kebahagiaan dan keharmonisan hidup ini. Setiap orang berhak menginginkan perubahan, tetapi tempuhlah jalan menuju perubahan itu harus sesuai dengan peratuaran bangsa dan agama. Kembali keajaran dharma seperti dicantumkan dalam kitab suci agama Hindu. Sehingga apapun yang menjadi tujuan hidup hendaknya harus berlandaskan dharma.

Om Santi Santi Santi Om.

Senin, 09 Juli 2018

Pesan ajaran agama Hindu dalam Pemberdayaan Ekonomi




Pesan ajaran agama Hindu dalam Pemberdayaan Ekonomi
Om Swastyastu

Ekonomi menjadi bagian yang penting dalam kehidupan, bermasyarakat dan bernegara. Ekonomi merupakan pondasi untuk mencapai hidup yang sejahtera dan bahagia. Untuk mencapai itu, setiap orang harus bisa melakukan pemberdayaan ekonomi. Dengan pemberdayaan ekonomi inilah orang bisa mendapatkan penghasilan untuk mewujudkan kehidupan yang bahagia, sejahtera lahir dan batin.

Dalam ajaran agama Hindu tujuan hidup manusia untuk mewujudkan Catur Purūṣa Artha, yakni: Dharma (kebajikan), Artha (harta benda/ material), Kāma (kenikmatan hidup) dan Moksa (kebebasan dan kebahagiaan abadi).  Dharma adalah landasan bagi tercapainya Artha, Kāma dan Moksa, oleh karena itu seseorang tidak boleh berbuat melanggar atau bertentangan dengan Dharma. Mahaṛṣi Cānakya dalam kitabnya Nītisāstra (III.20) menyatakan, seseorang yang tidak mampu mewujudkan satu dari 4 tujuan hidup tersebut, sesungguhnya kelahirannya ke dunia ini hanyalah untuk menunggu kematian.

Tujuan kehidupan dalam bidang ekonomi adalah kemakmuran, kebahagiaan dan kesejahteraan  yang dalam Arthasastra dapat diwujudkan melalui beberapa komponen, antara lain pertanian, peternakan, dan perdagangan. Inilah yang disebut sebagai sumber utama dari kekayaan atau kemakmuran, yakni tanaman, hewan, dan hasil hutan. Yang sangat berperan penting atas tercapainya ekonomi adalah pemimpin, karena tugas pemimpin adalah melindungi kesejahteraan, mendorong kemajuan ekonomi, dan menegakkan dharma.
   
Menurut Arthasastra bahwa dharma harus diwujudkan dengan empat ilmu berikut secara holistik yang disebut Catur Widya, yaitu seperti berikut.
(1) Anwiksaki, dapat merumuskan maksud dan tujuan sesuai dengan keadaan objektif di sekeliling kita.
(2) Wedatrayi, tiga weda utama yakni Rg Weda, Sama Weda, dan Yayur Weda.
(3) Vartta, yaitu kemakmuran ekonomi.
(4) Danda Niti, perlakuan yang sama di depan hukum.

Pemberdayaan Ekonomi menurut Hindu adalah untuk mendukung hidup dan kehidupan, dalam Sarasamuccaya (261-276) disana dijelaskan bagaimana cara mendapatkan arta dan cara mengelolanya yang tidak boleh bertentangan dengan Dharma (kebenaran dan kebajikan). Harta benda atau penghasilan yang diperoleh melalui kerja atas dasar Dharma, hendaknya dibagi tiga, yakni masing-masing sepertiga, digunakan untuk: Dharma, mengembangkan harta dan untuk dinikmati. Sloka Sarasamuccaya 262, sebagai berikut:

“ekanāmcena dharmāthaḥ kartavyo bhūtimicchatta, ekanāmcena kāmtha ekamamcam vivirddhayet”
.
“Nihan kramaning pinatêlu, ikang sabhāga, sādhana rikasiddhaning. dharma, ikang kapingrwaning bhāga sādhana ri kasiddhaning Kāma ika, ikang kaping tiga, sādhana ri kasiddhaning artha ika, wṛddhyakêna muwah, mangkana kramanyan pinatiga,denika sang mahyun manggiha kênang hayu.

Yang artinya: Demikian hendaknya dibagi tiga (hasil usaha itu), yang satu bagian, digunakan sebagai biaya mewujudkan Dharma, bagian yang kedua digunakan sebagai biaya untuk memenuhi Kāma (untuk kenikmatan hidup) dan bagian yang ketiga digunakan untuk mengembangkan harta melalui berbagai usaha, kegiatan ekonomi, agar berkembang lagi. Demikianlah hendaknya harta penghasilan itu dibagi tiga, oleh mereka yang menginginkan kebahagiaan.

Untuk memperoleh harta benda atau kekayaan, dalam  agama Hindu. Kitab Nītisāstra, karya mahārsi Cānakya yang dikenal juga dengan nama Kautilya, di antaranya menyatakan sebagai berikut: “Udyoge nāsti dāridriyam” (Tidak ada masalah kemiskinan bagi mereka yang giat berusaha) Cānakya Nītisāstra III.11.

Tetapi dalam melakukan usaha umat Hindu wajib menjadikan Dharma sebagai landasanya, sehingga usaha atau pemberdayaan ekonomi yang dilakukan menjadi wahana untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan diahirat.
Seperti yang tertulis dalam kitab Sarasamuccaya 261 menyatakan: “Lawan tekaping mangarjana, makapagwanang dharma ta ya”. Yang artinya: (Dan cara memperoleh sesuatu, hendaknyalah senantiasa berdasarkan Dharma (kebenaran dan kebajikan)
Apabila memperhatikan sumber utama kemakmuran tersebut dan upacara tumpek dalam keberagamaan umat Hindu di Bali maka tampak bahwa tujuan bidang kehidupan agama dan ekonomi saling mendukung. Misalnya, tumpek bubuh melindungi sumber kemakmuran dari tanaman dan tumpek kandang melindungi sumber kemakmuran dari peternakan. Malahan dalam usaha perdagangan dikenal pura melanting yang setidak-tidaknya dimaksudkan untuk melindungi sumber kemakmuran dari sektor bisnis. Dengan demikian, tujuan ekonomi untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan, bukan sesuatu yang ditabukan agama, bahkan keduanya dapat saling mendukung dan melindungi. Malahan agama dapat menjadi sumber moral bagi kegiatan dalam bidang ekonomi itu sendiri. 

Berdasarkan uraian tersebut di atas, ketekunan bekerja, bekerja dengan penuh kejujuran, sesuai dengan ajaran Dharma. Ajaran agama Hindu memberi motivasi untuk berusaha, untuk itu sebenarnya bisnis, sebagai satu kegiatan perekonomian adalah wajar dan  dalam agama Hindu, sepanjang di dalamnya atau kegiatan tersebut tidak merugikan orang lain, tidak ada unsur penipuan atau ketidakjujuran.

Om Santih Santih Santih Om